Konflik Sektarian di Afrika Tengah Ancam Genosida Warga Muslim
HabaAtjeh.com | Tiga belas orang terbunuh di sebuah desa di Republik Afrika Tengah, ujar seorang dokter lokal mengatakan hari Ahad. Sementara jumlah korban dari kekerasan sektarian yang telah menyebarkan kekhawatiran genosida terus bertambah.
Bentrokan tersebut terjadi di Bria, kota yang berjarak 450 kilometer dari Ibu Kota Bangui, antara kelompok milisi yang mayoritas Muslim dan kelompok bersenjata yang didominasi Kristen bernama anti-Balaka.
“Tiga belas jasad ditemukan pada hari Sabtu setelah bentrokan dengan kekerasan antara anti-Balaka dan bagian dari kelompok Abdoulaye Hissene FPRC,” Michel Ambapo mengatakan pada kantor berita AFP, merujuk pada kelompok Kristen dan faksi koalisi yang dikenal sebagai Saleka.
“Setidaknya 20 yang terluka telah dibawa ke rumah sakit, kebanyakan dari mereka petempur dari kedua pihak dan beberapa warga sipil,” kata dokter seperti yang dilaporkan oleh Aljazeera.
Jumlah keseluruhan korban terbunuh di kota itu sejak pertempuran pecah beberapa hari yang “sekitar 30,” kata Ambapo.
Pasukan penjaga perdamaian PBB, yang dikenal juga sebagai MINUSCA, tidak melaporkan jumlah korban.
Di ambang bencana
Pada hari Sabtu, beberapa informan melaporkan bentrokan telah terjadi di beberapa wilayah di negara itu dalam minggu ini.
Enam kelompok bantuan kemanusiaan telah mengirim surat pada Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) hari Selasa ini, bahwa bekas koloni Prancis itu “diambang bencana”.
“Kami meminta pihak Anda agar segera mengambil tindakan untuk mencegah jatuhnya negara ini ke dalam konflik,” tulis surat itu. Ditambahkan pula bahwa “setidaknya 821 penduduk sipil telah terbunuh sejak awal tahun ini.”
Republik Afrika Tengah, salah satu negara paling miskin di dunia, telah terlibat dalam sebuah perang antara kelompok bersenjata Muslim dan Kristen pada 2013, yang terjadi ketika Presiden Francois Bozize, seorang Krsiten, dikudeta oleh milisi Saleka.
Milisi Saleka kemudian digulingkan oleh intervensi militer yang dipimpin Prancis, diikuti dengan pembantaian penduduk sipil Islam oleh kelompok anti-Balaka yang mayoritas Kristen.
Kedua kelompok sedang bertempur untuk memperebutkan sumber daya alam, termasuk emas dan berlian, serta pengaruh regional. Setengah juta orang, di negara yang berpenduduk 4,5 juta orang, telah meninggalkan negara itu.
Pada 7 Agustus, kepala bantuan PBB Stephen O’Brien memperingatkan situasi di negara yang telah dia saksikan menunjukkan “tanda-tanda awal genosida.” (hidayatullah)
Bentrokan tersebut terjadi di Bria, kota yang berjarak 450 kilometer dari Ibu Kota Bangui, antara kelompok milisi yang mayoritas Muslim dan kelompok bersenjata yang didominasi Kristen bernama anti-Balaka.
“Tiga belas jasad ditemukan pada hari Sabtu setelah bentrokan dengan kekerasan antara anti-Balaka dan bagian dari kelompok Abdoulaye Hissene FPRC,” Michel Ambapo mengatakan pada kantor berita AFP, merujuk pada kelompok Kristen dan faksi koalisi yang dikenal sebagai Saleka.
“Setidaknya 20 yang terluka telah dibawa ke rumah sakit, kebanyakan dari mereka petempur dari kedua pihak dan beberapa warga sipil,” kata dokter seperti yang dilaporkan oleh Aljazeera.
Jumlah keseluruhan korban terbunuh di kota itu sejak pertempuran pecah beberapa hari yang “sekitar 30,” kata Ambapo.
Pasukan penjaga perdamaian PBB, yang dikenal juga sebagai MINUSCA, tidak melaporkan jumlah korban.
Di ambang bencana
Pada hari Sabtu, beberapa informan melaporkan bentrokan telah terjadi di beberapa wilayah di negara itu dalam minggu ini.
Enam kelompok bantuan kemanusiaan telah mengirim surat pada Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) hari Selasa ini, bahwa bekas koloni Prancis itu “diambang bencana”.
“Kami meminta pihak Anda agar segera mengambil tindakan untuk mencegah jatuhnya negara ini ke dalam konflik,” tulis surat itu. Ditambahkan pula bahwa “setidaknya 821 penduduk sipil telah terbunuh sejak awal tahun ini.”
Republik Afrika Tengah, salah satu negara paling miskin di dunia, telah terlibat dalam sebuah perang antara kelompok bersenjata Muslim dan Kristen pada 2013, yang terjadi ketika Presiden Francois Bozize, seorang Krsiten, dikudeta oleh milisi Saleka.
Milisi Saleka kemudian digulingkan oleh intervensi militer yang dipimpin Prancis, diikuti dengan pembantaian penduduk sipil Islam oleh kelompok anti-Balaka yang mayoritas Kristen.
Kedua kelompok sedang bertempur untuk memperebutkan sumber daya alam, termasuk emas dan berlian, serta pengaruh regional. Setengah juta orang, di negara yang berpenduduk 4,5 juta orang, telah meninggalkan negara itu.
Pada 7 Agustus, kepala bantuan PBB Stephen O’Brien memperingatkan situasi di negara yang telah dia saksikan menunjukkan “tanda-tanda awal genosida.” (hidayatullah)
Post a Comment