Header Ads

Relawan Cakra AHY Aceh Lakukan Deklarasi


BANDA ACEH, HabaAtjeh – Deklarasi Relawan Cakra AHY Aceh dilangsungkan pada Jumat, (27/7) malam, bertempat di Cafe Helsinki, Lampineng, Banda Aceh. 

Relawan Cakra sendiri dibentuk dengan tujuan untuk mendukung Agus Harimurti Yudhoyono sebagai Calon Presiden Indonesia untuk Pilpres 2019.

Adapun rangkaian acara deklarasi adalah pembukaan, Pemutaran Profil AHY, orasi politik Ketua Cakra Aceh Kautsar Muhammad Yus dan pembacaan surat deklarasi Sekretaris Cakra AHY Aceh Faisal Ilyas, serta ditutup dengan penampilan dari group band lokal.

Kautsar Muhammad Yus, ketua Cakra AHY Aceh mengatakan, bahwa banyak anak muda di Aceh yang bersimpati pada AHY dan ingin terlibat dalam perubahan menuju Indonesia yang lebih baik, namun masih enggan terlibat dalam partai politik. Sehingga perlu dibentuk suatu organisasi relawan berskala nasional untuk mengakomodir aspirasi pemuda tersebut tanpa harus bergabung dalam Partai Politik. 

"Organisasi relawan punya ruang gerak yang lebih leluasa untuk menyuarakan pendapat pada publik & media di tingkat lokal maupun Nasional," ujarnya.

Dikatakannya, sejarah Indonesia adalah sejarah anak muda, mulai dari Budi Oetomo (kebangkitan Nasional), Sumpah Pemuda, Proklamasi hingga era Reformasi, semua itu adalah momen-momen perubahan bangsa, dan anak mudalah yang selalu menjadi pendorong dalam perubahan sejarah tersebut.

Namun siklus sejarah juga menunjukkan tanpa konsep dan jati diri yang kuat, anak muda perlahan terkooptasi oleh kemapanan dan kehilangan semangat perubahannya, dari progresif menjadi konservatif dari maju menjadi kolot. 

"Karena itu muda bukan hanya usia biologis, tetapi muda terutama adalah daya pikir, imajinasi, kreativitas yang melampaui zamannya, dan daya kerja yang melampaui rata-rata, menghasilkan terobosan dan juga memberi kaki pada ide-ide agar kongkrit serta muda juga kepedulian, pada sesama dan lingkungan," imbuhnya.

Secara global, lanjutnya, makin banyak Negara yang mendorong anak muda menjadi pemimpin. 

Dirinya mencontohkan Emmanuelle Macron menjadi Presiden Perancis pada usia 39 tahun, Sebastian Kurtz menjadi Kanselir Austria pada usia 31 tahun, Jacinda Ardern menjadi Perdana Menteri Selandia Baru pada usia 37 tahun. Tren ini terus bermunculan di Eropa, Amerika, Asia, Timur Tengah hingga Afrika. 

Lebih lanjut Kausar menjelaskan, sebagai warga dunia, Indonesia juga membutuhkan pemimpin muda yang mampu berkomunikasi secara global, menjalin kerjasama internasional untuk kemajuan dan perdamaian bersama. Apalagi Indonesia akan mengalami puncak bonus demografi pada tahun 2030 nanti, saat penduduk usia produktif berjumlah lebih besar dari penduduk pada usia ketergantungan (lansia dan anak-anak). Butuh pemimpin yang sanggup memanfaatkan bonus langka ini sebesar-besarnya bagi bangsa ini.(Syahial)

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.
close
Banner iklan disini