Mendudukan Polemik Mudik dan Pulang Kampung
Kehebohan publik tentang term "mudik" dan "pulang kampung" sejatinya tidak perlu terjadi jika publik memahami konteks fungsional kedua kata tersebut.
Pada tataran tekstual, setiap kata memiliki pengertian etimologis yang kaku, rigid, dan parsial. Namun manakala sebuah kata dimaknai secara kontekstual, sifatnya menjadi sangat fleksibel tergantung konteks penggunaan fungsinya. Sehingga pemaknaan kontekstual suatu kata merupakan keniscayaan. Dalam Islam misalnya, kata "wali atau auliya'", "amir", dan "khalifah" adalah tiga kata yang memiliki gestur kata yang berbeda, yang mempunyai potensi perbedaan makna, tetapi tidak menutup kemungkinan pula mempunyai kesamaan makna.
Ketiga kata tersebut bisa saja sama-sama diartikan pemimpin pada konteks tertentu, akan tetapi bisa berbeda makna pada konteks yang berbeda, tergantung peristiwa yang melatari penggunaan kata-kata tersebut. Auliya' misalnya, bisa diartikan sebagai sahabat karib pada konteks tertentu.
Saya pikir kita punya pengalaman menyaksikan perdebatan tentang ini pada saat sidang kasus Ahok yang lalu. Dengan demikian, kata "mudik" dan "pulang kampung" bisa digunakan pada pengertian yang sama dan berbeda tergantung konteksnya. Menurut saya, pernyataan Presiden Jokowi menunjukkan adanya perbedaan makna antara kata "mudik" dan "pulang kampung".
Di situ kata mudik lebih dimaknai sebagai orang-orang yang menetap atau menjadi penduduk (ber-KTP) di perantauan kemudian ingin pulang mengunjungi sanak saudaranya ke kampung halaman asal pada momentum jelang idul fitri untuk berhari raya di sana. Sedangkan pulang kampung adalah orang-orang yang tidak menetap di perantauan dan masih berpenduduk asal lalu dikarenakan sesuatu hal yang membuat mereka tidak bisa survive di perantauan mengakibatkan mereka kembali ke kampung asal dengan niat tidak ingin kembali lagi ke perantauan dalam kurun waktu yang agak lama.
Kaum pelajar juga bisa disebut pulang kampung meskipun dalam waktu dekat mereka tetap kembali ke lokasi pendidikannya karena mereka belum menetap atau berpenduduk(ber-KTP) di daerah tempat mereka menimbah ilmu. Simpulannya, untuk memahami makna substansial suatu kata tidak bisa hanya dengan pendekatan tekstual (textual approach) tetapi juga pendekatan kontekstual (contextual approach).
Karenanya dalam konteks pandemi covid-19 ini, saya juga setuju jika para pemudik tidak perlu melakukan aktivitas mudik. Termasuk saling kunjung-mengunjungi pada hari lebaran nanti. Sementara bagi mereka yang merantau kerja tapi sudah off di perantauan boleh saja pulang kampung asal ada pemeriksaan (tes kesehatan) yang ketat di daerah rantau sebelum pulang kampung dan di kampung halaman tempat tujuan.
Penulis:
Mustamar Iqbal Siregar, M.A
(Dosen IAIN Langsa-Aceh)
Post a Comment