Header Ads

Pentingnya Garis Perbatasan Wilayah Bagi Hilangnya Pulau Tanpa Nama



Indonesia memiliki pulau-pulau yang tersebar dari belahan barat sampai timur, dari sabang di sebelah barat marauke di sebelah timur. Indonesia memiliki setidaknya 17.504 pulau yang tersebar. Dari jumlah pulau-pulau yang ada di Indonesia tersebut , hanya sebagian saja yang diberi nama , dan sebagainya lagi bahkan masih banyak yang belum diberi nama. Pulau-pulau baik pulu terluar maupun terdalam merupakan suatu wilayah negara yang perlu dijaga keutuhannya, karena wilayah adalah ciri keutuhan suatu negara. Dengan adanya wilayah, negara tersebut berdaulat. Dengan adanya wilayah yang berdaulat, menjadi tempat orang-orang yang ada di dalamnya untuk menjalankan aktivitas kehidupannya.

Masalah perbatasan merupakan bagian penting dari ketahanan dan keutuhan suatu negara. (Kurniawan Setyanto, 2012). Untuk itu setiap negara harus mempunyai kewenangan agar mampu menentukan batas wilayahnya masing-masing. Namun karena batas terluar wilayah negara senantiasa berbatasan dengan wilayah kedaulatan negara lain maka penetapan tersebut harus juga memperhatikan kewenangan otoritas negara lain melalui suatu perjanjian penetapan garis batas laut. Perbatasan sendiri secara umum adalah sebuah garis demarkasi antara dua negara yang berdaulat. Ketahanan menjadi sangat penting mengingat banyaknya ancaman bagi kelangsungan persatuan kita sebagai bangsa dan negara. Ancaman-ancaman itu ada yang bersifat internal dan ada yang bersifat Eksternal baik karena perkembangan keadaan dunia maupun karena posisi Indonesia yang memang rawan untuk dipecah belah. Pada awalnya perbatasan sebuah negara dibentuk dengan lahirnya negara.

Karakeristik umum wilayah perbatasan indonesia , termasuk NTT adalah terbelakang dalam pembangunan, rendahnya infrastruktur, terjadinya pelintas batas ilegal , perdagangan barang ilegal, pemindahan tapal batas secara sepihak, dan label negatif lainnya terhadap halaman depan negara itu. Rendahnya produktivitas kendatipun menetap di lingkungan yang kaya akan sumberdaya alam, belum terintegrasinya sistem ekonomi masyarakat merupakan isu-isu krtikal ekonomi untuk memahami “Pentingnya Garis Perbatasan Wilayah Bagi Hilangnya Pulau Tanpa Nama”.

Berbicara soal batas wilayah yang memisahkan satu negara dengan negara lain merupakan permasalahan yang sangat konflik sekali. Tidak jarang hampir disetiap negara sering terjadi konflik antara negara lebih banyak terfokus pada persoalan perbatasan. Sementara itu yang masih sangat sulit untuk ditandai dan dibuktikan dengan tanda yang akurat dan identik adalah soal tanda batas perbatasan wilayah yang memisahkan satu negara dengan negara lain yang berhubungan dilautan lepas dan batas wilayah penerbangan. Disinilah yang sering terjadi konflik antar negara dan warga perbatasan. Dalam tulisan ini Saya akan mencoba mengupas salah satu permasalan yang ada di negara ini yang akan menjadi cikal bakal dari titik balik kejayaan Indonesia.

Wilayah perbatasan akan senantiasa menjadi titik yang mengkhawatirkan bagi setiap negara, dimana negara yang wilayahnya berbatasan langsung dengan negara lain akan semakin banyak kerawanan dan kemungkinan-kemungkinanterjadi suatu hal yang dapat membahayakan keutuhan suatu negara. Perbatasan wilayah pun dapat menjadi sengketa antar negara yang bersangkutan. Tak jarang dengan adanya sengketa tersebut memunculkan konflik antar negara yang bersangkutan tadi. Berangkat dari teori yang dikemukakan oleh Lewis Coser mengenai teorinya tentang Konflik, menggambarkan konflik sebagai perselisihan mengenai nilai-nilai atau tuntutan-tuntutan berkenaan dengan status, kekuasaan, dan sumber-sumber kekayaan yang dari persendiannya tidak mencukupi. Disini dapat kita pahami bahwa konflik dalam hal sengketa perbatasan bertujuan untuk memenuhi kebutuhan kekuasan suatu wilayahnya. Dengan mampu memenangkan sengketa, maka negara tersebut berdaulat penuh dan memiliki kekuasan atas wilayah yang dulu dipersengketakan. 

Garis perbatasan dapat diartikan sebagai garis Khayalan yang memisahkan dua atau lebih wilayah politik atau yurisdiksi seperti negara, negara bagian atau wilayah subnasional. Belajar dari Kasus Pulau Sipadan dan Ligitan, yang mana kedua pulau ini adalah pulau yang dulu menjadi sengketa antara Indonesia dan Malaysia. (Rizal Darmaputra, 2009). Kasus Sipadan dan Ligitan bukanlah luka baru dalam hubungan kedua negara. Perundingan penetapan landas kontinen tahun 1969 gagal menetapkan status pemilik kedua pulau tersebut. Dalam kasus persengkataan ini, kedua negara mengklaimbahwa wilayah tersebut masuk ke dalam wilayahnya.

Indonesia beranggapan bila garis batas lurus dibuat dari pulau sebatik, yang sudah dibagi dua dengan Malaysia, dua pulau itu mestinya masuk wilayah Indonesia. Begitupun Malaysia berpendapat, garis batas itu hanya sampai pulau sebatik, sehingga kedua pulau itu bisa diklaim sebagai wilayah sabah. (Agus Subagyo, 2000). Persengketaan ini mencuat ketika pada tahun 1967 ketika dalam peremuan teknis hukum laut antara kedua negara, masing-masing negara ternyata memasukkan pulau Sipadan dan pulau Ligitan  ke dalam batas-batas wilayahnya. Namun pada tahun 2002, Kedua pulau ini jatuh kepada pihak Malaysia ketika kasus persengketaan ini dibawa kepada pengadilan internasional. Dalam pengadilan itu, Indonesia kalah dan harus rela memberikan pengakuan kepada Malaysia atas kedua pulau tersebut.

Dari kasus Sipadan dan Ligitan iniSaya beropini  bahwa kasus Sipadan dan Ligitan dapat menjadi pelajaran bagi pemerintah Indonesia dalam menjaga keutuhan wilayahnya sebagai kedaulatan negara. Negara harus memposisikan pulau-pulau terluar sebagai halaman depan Indonesia dan bukan dipandang halaman belakang yang boleh diabaikan begitu saja. Pembangunan mesti dilakukan untuk meningkatkan kesejahteraan penduduk dan keamanan di pulau-pulau terluar tersebut. Sehingga, dengan demikian klaim Indonesiaterhadap pulau-pulau tersebut tidak hanya kuat secara hukum namun juga secara sosiologis. Dari situ dapat diambil pelajaran bagi pengelolaan perbatasan Indonesia. Minimnya pemahaman dan Political will pemerintah serta para pemangku kepentingan tentang kesadaran ruang dan kesadaran garis batas wilayah negara harus ditingkatkan.

Lepasnya Pulau Perbatasan tidak lepas dari ketidak berdayaan pemerintah dalam mempertahankan keutuhan wilayahnya, juga adanya kebijakan yang saling tumpah tindih, dan tidak menjadikan laut dan perairan kita sebagai pemersatu bangsa dan wilayah, serta kenyataan gangguan keamanan dan pelanggaran hukum di laut masih terus berlangsung dari tahun ke tahun dan cenderumg meningkat baik kualitas maupun kuantitasnya, namun persoalan ini belum menjadi agenda prioritas dalam implementasi kebijakan yang ada. Padahal Indonesia memiliki Deklarasi Juanda 13 Desember 1957 sebagai awal perjuangan Indonesia menyatukan wilayahnya yang berhasil diakui secara internasional dalam Konvensi PBB tentang Hukum Laut atau United Nations Connventions on Law of The Sea(UNCLOS) 1982 yang diklarifikasi pada tahun 1985. Hal pertama yang harus dilakukan adalah pembangunan dan pengembangan sosial ekonomi , mengingat sampai saat ini pembangunan di pulau-pulau terluar masih sangat terbatas bahkan beberapa diantaranya hampir tidak tersentuh. Sampai saat ini, pembangunan fisik dan non fisik di pulau-pulau terluar Indonesia ini pun masih sangat minim dan masih jauh dari harapan. Pembangunan dan pengembangan di pulau-pulau terluar ini, terutama pada aspek ekonomi dan sosial akan berdampak terhadap nasionalisme masyarakat. Karena sekalipun tidak terkait dengan adanya kemungkinankehilangan pulau-pulau tersebut, namun rapuhnya nasionalisme masyarakat di wilayah perbatasan akan berdampak negatif bagi keutuhan bangsa. Untuk itu,  Pemerintah Indonesia perlu menegaskan dan merealisasikan komitmen untuk mempercepat pengembangan pulau-pulau terluar sebagai beranda nusantara. Kebijakan Pemerintah Indonesia dalam memberikan jaminan kehidupan penduduk yang berada di pulau terluar juga wilayah-wilayah perbatasan, akan semakin menegaskan dan mengokohkan klaim atas kedaulatan negara Indonesia.

Strategi pengelolaan wilayah Indonesia
Pembangunan Infrastruktur

Kawasan perbatasan menurut Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 mengenai Penataan Ruang Nasional telah ditetapkan sebagai kawasan Strategis Nasional di bidang pertahanan dan keamanan. Peningkatan kesejahteraan masyarakat dan pengembangan perekonomian di perbatasan merupakan pendekatan strategis dalam rangka menjaga kedaulatan Negara.

Indonesia sendiri memiliki kawasan perbatasan dengan sepuluh negara, baik perbatasan darat maupun perbatasan laut. Kawasan perbatasan darat tersebar di tiga kawasan , yaitu kawasan perbatasan darat RI-Malaysia di pulau kalimantan, kawasan perbatasan darat RI-PNG di papua , dan kawasan perbatasan darat RI-Timor Leste di Nusa Tenggara Timur (NTT). Dengan pembangunan tata ruang dan lingkungan yang berkelanjutan melalui pembangunan pusat-pusat pertumbuhan ekonomi baru di wilayah pesisir, pulau-pulau kecil dan kawasan perbatasan. Untuk mengembangkan potensi di wilayah perbatasan, pemerintah saat ini tengah membangun tujuh Pos Lintas Batas Negara (PLBN) Terpadu kabupaten singgau Kalimantan Barat. Dikawasan tersebut pemerintah sedang membangun Infrastruktur jalan yang lebih lebar dari yang asalnya hanya selebar 4,5 meter kini menjadi 7 meter. Ini akan menjadi contoh bahwa yang namanya muka terdepan itu diperlukan. Baik sebagai kebanggaan Bangsa Indonesia, maupun dari sisi ekonomi sebagai titik pertumbuhan ekonomi untuk mendorong dari Indonesia, mendorong ekspor ke negara lain yang di harapkan mampu menjadi Titik Balik Kejayaan Indonesia dan kemakmuran serta kesejahteraan yang merata bagi seluruh masyarakat indonesia.

Kita tahu bahwa pada dasarnya wilayah adalah salah satu syarat berdirinya suatu negara sehingga wilayah dapat dikatakan sebagai komponen penting yang memberikan kontribusi atau memegang andil yang cukup besar pengaruhnya terhadap keberlangsungan hidup suatu negara.Berbicara mengenai urgensi terhadap di wilayah perbatasan dalam hal ini konteks dan fokus wilayahnyaperbatasan darat RI-Malaysia di pulau kalimantan, kawasan perbatasan darat RI-PNG di papua,dan kawasan perbatasan darat RI-Timor Leste di Nusa Tenggara Timur (NTT).

Kita tahu bahwa salah satu wilayah perbatasan kita ini memang dapat dikatakan kurang mendapat perhatian dan bahkan jarang tersentuh oleh program-program pembangunan baik sarana maupun prasarana dari pemerintah yang mana hal itu mungkin disebabkan oleh sulitnya akses untuk menuju ke wilayah perbatasan itu sendiri. Kondisi ini cenderung sangat memprihatinkan tatkala Indonesia sebagai negara kesatuan yang demokratis tak mampu mewujudkan kesejahteraan bagi rakyatnya secara adil, nyata, dan berkesinambungan. Dalam kenyataan yang seperti ini, rakyat cenderung tak dapat berbuat banyak selain hanya menunggu kepastian dan perhatian dari pemerintah terhadap ketertinggalan dan segala polemik yang mereka alami, padahal hal ini seharusnya menjadi PR yang harus benar-benar dituntaskan oleh pemerintah. 

Maka dapat disadari bahwa betapa pentingnya di wilayah perbatasan itu dilakukan. Hal itu tak lain adalah demi kemajuan bangsa dan negara dalam mengupayakan peningkatan kesejahteraan dan kemakmurannya sesuai dengan cita-cita negara Indonesia yangdemokratis ini. Selain itu, hal yang tak kalah penting dari upaya pemekaran ini adalah untuk menjaga keutuhan NKRI ini sendiri karena hal yang perlu kita sadari pula dampak negatif yang mungkin timbul dari kurangnya pemekaran di wilayah-wilayah perbatasan adalah mudahnya pengaruh luar yang masuk yang mungkin saja mempengaruhi masyarakat di wilayah perbatasan untuk melakukan pemberontakan sehingga dapat menimbulkan konflik pada bangsa ini yang dapat berujung pada perpecahan.

Penulis: Jati

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.
close
Banner iklan disini